Selasa, 02 Desember 2008

OPERA KAMAJAYA;

1.
berharap keheningan diciptakan,
menjadi wening yang anggun
ketika nafas yang kau nyanyikan
adalah debar – karang ditampar ombak

embun menetes, berdenting membentur belukar asa....
air mata yang mengalir, menjadi rahsia baru dalam hening yang lama

kau tancapkan saja hari ini,
seolah pasak...
dan kenangan terhempas,
bergelantungan pada tambang
ingatan dan impian
berbaur dalam mata kita;
mata kita, mata luka, luka air mata...

2.
bercerita pada semesta
tentang luka yang dipelihara
oleh cinta

bercerita pada setiap nyawa
tentang perdu rindu dan gejolak rahsa
walau sulit dimengerti
....karena bahasa kita
bahasa batara kamajaya
bahasa para pemuja kawi
dupa kita air mata
cawan kita: n e s t a p a

lalu berceritalah semesta pada kita
tentang kebodohan hati
untuk tetap memelihara cinta
yang semestinya sudah lama kandas
karena rama shinta tak lagi ada
karena rahwana tetap saja berkuasa
mengapa pula masih bertahan?

namun kamajaya dalam jiwa
tetap meronta
berharap jadi “hanoman”
berharap rela jadi shinta yang minta pati obong

atas nama cinta
atas nama cinta yang tak nyata
atas nama cinta yang semestinya telah tiada....

luka itu dibiarkan saja
air mata itu tumpahkan saja....

Kamis, 06 November 2008

Benturan dan Persimpangan


aku dalam persimpangan,
ada beberapa pilihan dalam hidup,
benturan-benturan antara mimpi dan kenyataan,
benturan itu lah yang mulukai rongga otak,
aku terjebak pada sakit kepala yang tak berujung

aku ingin menepi, duduk manis di pinggir lapangan,
istirah,
berhenti mainkan hati dan khayalan;
namun, entah....
dalam tidur pun otak kanan-ku bergerak bertualang......

Rabu, 29 Oktober 2008

ada dalam; ada di dalam...


kehidupan itu ada dalam air,
ada dalam angin,
ada dalam kenangan,
ada dalam detak jantung ini,
ada dalam detik.....

kehidupan itu ada dalam senyuman,
ada dalam tatapan tak sengaja,
ada dalam kata-kata,
ada dalam denyut nadi....
ada dalam gerak hati....

dan kehidupan inilah yang merayakan rahsa,
sebagai gelembung hasrat, dan cahaya siang yang indah
betapa banyak asa,
betapa banyak gelora....
aku baktikan saja pada kepalan tangan; dan satu kata MERDEKA!

cinta itu ada dalam detak
ada dalam detik
ada dalam sudut hati
ada dalam ruang otak disudut gelap rongga kepala....
ada di dalam harapan yang tak pernah berhenti.....

mengGelegARRR....

Rabu, 22 Oktober 2008

hai...


mencari genangan telaga
di jendela jiwa-mu

mencari kenangan jelaga hati
di kedipan kelopak mata, serasa sayap kupu2 mengerjap

kepada denyut nadi,
kepada detak nada
kepada kerjapan api dalam hati
aku bisikkan satukata
"hai..."

Jumat, 17 Oktober 2008

satu hati

aku terjebak dalam perselisihan yang tidak perlu. Kedua pihak sama-sama berdalih membela kebenaran, kebaikan, juga kemashlahatan ummat....

Satu pihak mungkin lebih realistis namun agak politis dan ambisius. Pihak yang lain lebih berhati-hati, cenderung pada orisinalitas perjuangan.... dari keduanya muncul oknum-oknum yang terpancing untuk saling menghujat.... jadi gak nyaman juga.
Aku pastikan, bahwa aku siap jadi cacing tanah, siap bergerak tak nampak... siap terluka oleh belati kedua belah pihak... siap jadi hanoman yang terbakar tubuhnya demi menghancur lantak-kan istana Rahwana.

Jadi inilah yang terjadi, aku terombang-ambing di antara dua kutub, menyebarkan aroma ishlah, wangi perdamaian... walau yang didapat kecurigaan pada kedua belah pihak...

Ya Alloh, bantu kami. Satukan hati-hati kami, sungguh satunya hati ini adalah nikmat-Mu yang luar biasa bagi energi kami.... amien.

Selasa, 19 Agustus 2008

Angger Parameng Kawi

malam ini aku memilih menjadi Angger Parameng Kawi. Nama Jawa. yang semakna dengan Sang pengolah kata-kata....

Angger adalah lelaki yang sepi. Sering kehilangan makna hari-hari yang dia lalui. Saat muda dulu, dia seorang yang pemurung. Sering menghabiskan senja di terminal Blok M. Di tengah hiruk pikuknya orang lalu lalang, Angger hanya menatap matahari senja, sesekali menenggak Coca Cola dingin. Dia menikmati kesendirian di tengah keramaian. Jakarta adalah belantara manusia. Karena orang-orang lalu lalang itu tidak ada yang pedulikan dia. hmmm....
Sebagai Angger Parameng Kawi, tentu aku juga belajar menjadi pemurung. Menikmati setiap denyut dalam otak. Menikmati setiap dengung dalam telinga. Malam menjadi simponi. Detak jam, dengung nyamuk, gemericik air.... bahkan denyut nadi begitu mempesona aku.

Kemarin malam, aku berbincang dengan orang-orang hebat. Calon anggota Dewan yang terhormat. Berbincang tentang tatanan masyarakat yang harus dibenahi. "Anda bisa bantu kan?" mendengar pertanyaan itu, aku hanya tersenyum. "Membantu apa? jangan-jangan aku justru bagian dari masalah di masyarakat kita??" Dalam hati, aku mengangguk. Aku kan siap jadi cacing tanah. Bahkan, jika memang diperintah menjadi Karna dalam Batarayudha -pun aku siap. atau Kumbakarna dalam Ramayana....

Jadikan saja aku kayu bakar, untuk api unggun kita ini. Jadikan saja aku kain pel dalam satu pesta. Jadikan saja aku baut kecil dalam mesin peradaban ini.

Jadilah aku: Angger Parameng Kawi, berdiri di sini, nyaris semalaman; untuk sebuah misi kebaikan yang entah... kapan kemenangan itu dapat diraih. Cacing tanah itu berbaur dengan binatang-binatang malam, membakar diri agar menjadi pelita makhluk di sekitar....

Hanoman itu berlompatan, petakilan, membiarkan bulu-bulunya terbakar. lalu melompat ke arah istana Rahwana.... biarlah tubuhnya hangus, namun istana sang durjana pun ikut terbakar....

Senin, 07 Juli 2008

kontemplasi....

Irama senja begitu memperdayaku
dan warna lembayung selimuti sepi
mentari jadi bulat
warna merah pudar berbaur kuning
keemasan
duh!
Mana perkasa-ku, kok sirna?
Menyublim dalam lautan ini
Lenyap gaib tuntas segala beban

Aku terbang mengambang
tak berberat tak beruang
dalam suwung - menggapai cahya-Mu
duh!

AKU, MALAM, DAN SAKIT JIWAKU.

seperti pada malam-malam yang lain,
otak tidak mau berhenti berfikir..
berbaris rapi: mimpi, ide, sesal, rindu, harapan-harapan...
lalu berjejalan
kenangan dan aroma asap terbakar
mungkin saja ada yang terbakar di sela-sela sel-sel kepalaku?
mungkin saja otakku ini sudah terlalu kering,
sehingga yang ada
justru menari-nari tanpa henti,
di saat aku butuh menepi....

mungkin saja,
kapasitas benak aku memang terbatas

mungkin saja,
harapan yang ada kelewat tinggi
sehingga sakit hati yang penuhi hari.

dan berbaris rapi: mimpi, ide, sesal, rindu, harapan-harapan
bahkan kenangan...
berjejalan.
senut-senut
seolah pipa darah dalam otak
tidak muat lagi menyimpan data

lalu malam menjadi semakin aneh.
lalu aneh menjadi semakin malam.

bantu aku.sungguh. bantu aku.

Selasa, 01 Juli 2008

bulan cekung;

kepada warga bangsa indonesia,
bangsa yang menawan di belahan bumi persada,
tempat jiwa kita ditanam,
tempat orok kita terlahir,

adalah tanah tumpah darah,
adalah genangan air mata,
adalah lanah cinta dan keriduan,

merah putih langit-mu,
darah dan nanah rakyatmu,
jeritan wanita dan anak-anak-mu
menyanyat....
bukti luka itu masih ada.

namun masih saja ada yang sempat tertawa,
dalam meriah pesta...
sesaat tersendak, bakso atau daging sapi panggang
dan mulut masih saja sibuk bicarakan omong kosong itu...

di belantara kota,
ada bocah nyaris tanpa busana
perut buncit, lengan tanpa daging,
matanya cekung, menatap bulan; pucat
kami dimiskin-kan kami dimiskinkan....

anak anak-ku

senyum tulus mereka, sungguh
menjadi bara baru dalam dada

tawa lepas mereka, sungguh
menjadi pelepas dahaga cinta dalam jiwa

bermain bola bersama mereka
menjadi istirah yang berkualitas
terima kasih, "anak-anak"-ku.

Selasa, 24 Juni 2008

cacing tanah

banyak yang terjadi dalam dua hari ini,
semuanya mengajarkan aku tentang amanah
jadi bergetar hebat, banyak yang terlewati
ups...

tiba-tiba saja, aku ingin jadi cacing tanah
yang bergerak pelan, rebah di tanah
rasai seluruh rasa bumi
dan sampah menjadi energi-ku
dan senyum mereka yang dimiskinkan oleh sistem ini....menjadi bahan bakar cinta
aku ingin lebih lama menempel di tanah ini,
bahkan perlahan aku benamkan tubuh-ku menuju pusat bumi
lenyapkan akulenyapkan aku...berharap ego menjadi moksa saja
yang tersisa,
pengabdian yang utuh untuk bocah-bocah jalanan
pelayanan sepenuh hati....dengan segala jiwa
(jangan sisa-kan ambisi diri, bakar dia... bakar dia bersama tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang....)

entah-lah

air mata,
diperempatan....
entah sandiwara atau ketulusan
entah

curahan hati tetangga
tentang luka
tantang beban yang kelewat penat
entah sandiwara atau ketulusan
entah

lakukan saja

hal-hal berarti itu...
entah mereka pahami
atau justru disalahartikan...

entah;